Masyarakat, Sulawesi Utara Sulut. Meminta Kepada Prabowo _ Gibran Kasus penyerobotan lahan milik Alm. Haji Sawal, Tidak Ada Letak Keadilan

Masyarakat, Sulawesi Utara Sulut. Meminta Kepada Prabowo _ Gibran Kasus penyerobotan lahan milik Alm. Haji Sawal, Tidak Ada Letak Keadilan

Spread the love

Bitung _ Media Polisi Com, _ Kasus penyerobotan lahan milik Alm. Haji Sawal Lembe yang terletak diwilayah Bulutui, Likupang Barat, Minahasa Utara, masih belum selesai. Kasus ini terjadi pada tahun 2022 dan diduga melibatkan unsur pencurian, penganiayaan, serta ancaman terhadap Farida Sawal, anak dari Alm. Haji Sawal Lembe. Keluarga Fithen Mamage dituding sebagai pihak yang melakukan penyerobotan lahan tersebut. Selasa (27/05/25).

Kinerja pihak terkait, termasuk kejaksaan dan aparat penegak hukum (APH), dipertanyakan dalam kasus ini. Farida Sawal dan keluarganya masih menunggu penyelesaian kasus ini. Hingga saat ini, kasus tersebut belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penanganan kasus oleh pihak berwenang.

Berdasarkan keterangan dari pihak aparat desa, lahan yang terletak di Bulutui, Likupang Barat, tidak pernah ada tukar menukar dengan warga setempat alias masih utuh. Hal ini diperkuat dengan adanya register yang dapat diproses lebih lanjut sampai pembuatan sertifikat. Proses ini tentunya melalui pengukuran desa yang diminta oleh pihak keluarga saat itu.

Namun, setelah diberikan pengumuman di desa Bulutui (Palakat) sebanyak tiga kali, ternyata ada yang komplain dengan membawa register milik mereka. Nomor folio desanya berbeda, tetapi objeknya sama. Register yang dipegang oleh keluarga Fethein Mamage memiliki tahun 1922. Ketika ditanyakan kepada Lurah Welem Tahulending yang mengeluarkan register tersebut saat itu, beliau menjelaskan bahwa dirinya hanya menandatangani dan tidak turun dalam pengukuran lahan tersebut.

Mendengar keterangan Tahulending saat itu, kami sempat memperingatinya untuk berhati-hati karena kami juga memiliki register pada objek yang sama. Tahulending kemudian membuat surat pembatalan terhadap register yang dikeluarkan.

“Surat tersebut masih ada pada kami keluarga hingga saat ini. Dengan demikian, keabsahan register yang dimiliki oleh masing-masing pihak dapat dipertanyakan dan perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan kepemilikan lahan yang sebenarnya.” Jelas Farida Sawal didepan awak media.

Selanjutnya, Diadakan pertemuan kembali di Desa Bulutui untuk memecahkan kasus adanya dua register yang berbeda untuk lahan yang sama. Namun, pertemuan tersebut tidak berhasil memecahkan masalah. Pihak keluarga Fethein Mamage memperlihatkan surat jual beli yang mereka klaim sebagai bukti kepemilikan lahan tersebut. Mereka juga memegang register dari Lurah Tahulending saat itu.

“Setelah melihat surat jual beli yang diperlihatkan oleh keluarga Mamage, kami tidak dapat mengakuinya. Ternyata, keluarga Mamage membeli lahan tersebut dari seseorang yang ditunjuk oleh orang tua kami untuk menjaga lahan, yaitu Tegiun.”

“Namun, kami memiliki register yang jelas dengan batas-batas wilayah yang tercatat dengan jelas dari empat penjuru mata angin. Keluarga yang berbatasan dengan lahan kami juga mengakui bahwa lahan tersebut benar milik dari orang tua kami. Diketahui, pihak keluarga Sawal berupaya untuk meningkatkan status lahan tersebut dengan mengurus sertifikat. Proses ini tidaklah mudah dan memerlukan pengorbanan baik fisik maupun finansial. Setelah melalui proses yang panjang dan memakan biaya yang besar, pada akhirnya dapat mengantongi surat pengukuran dan kepemilikan yang ditandatangani oleh pihak-pihak yang berbatasan dengan lahan keluarga Sawal.

Dengan demikian, proses pembuatan sertifikat dapat berjalan.Pada waktu itu, permohonan sertifikat lahan tersebut atas nama Tante Nurjana Sawal yang kala itu masih hidup. Beliau kemudian membuat surat hibah ke notaris agar sertifikat tersebut dibuat atas nama Nader Bahar. Selama proses pembuatan sertifikat, pihak keluarga Fethein Mamage sempat melakukan pencegahan agar sertifikat tersebut tidak bisa terbit. Namun, upaya mereka tidak berhasil karena mereka tidak memiliki bukti yang akurat untuk menghalangi penerbitan sertifikat dari Farida Sawal.

Pihak keluarga Mamage mengklaim lahan tersebut karena telah membelinya dari Tegiun, orang yang diberi izin oleh orang tua Farida untuk menjaga lahan perkebunan. Namun, Tegiun hanya memiliki status sebagai orang yang bekerja untuk menjaga lahan, bukan sebagai pemilik lahan. Sementara itu, pihak keluarga yang mengklaim lahan tersebut adalah Yosep Liwoso, anak dari Fethin Mamage. Meskipun ada upaya pencegahan dari pihak keluarga Mamage, proses pembuatan sertifikat tetap berjalan.

Setelah melalui proses panjang, akhirnya pada tahun 2020 sertifikat yang di urus keluarga Sawal berhasil diterbitkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN). Penerbitan sertifikat ini menjadi bukti sah kepemilikan lahan dan mengakhiri sengketa yang telah berlangsung lama. Dengan demikian, kepastian hukum atas lahan tersebut telah terjamin.

Secara legalitas, pihak keluarga Sawal telah mendapatkan hak dari pemerintah dengan terbitnya sertifikat yang saat itu sudah berada di tangan keluarga Sawal.

“Saya melakukan panen kelapa di lahan milik kami, yang sudah diakui oleh negara. Namun, saya tidak merasa puas dengan situasi yang terjadi, sehingga saya melapor ke Polda langsung ke Propam. Saat itu, suami saya melihat mereka menelepon Kanit Apson Donggala, dan kasus tersebut langsung dihentikan dengan SP-3 pada tanggal 15 Agustus 2022.” Tutur, Farida dengan nada sedih.

Lebih lanjut Farida menuturkan saat dirinya hendak memasang baliho kepemilikan lahan di lokasi tersebut.

“Saya kemudian mendatangi pihak Polsek untuk meminta pengawalan dari Babinkamtibmas dalam melakukan pemasangan baliho di lahan kami yang sudah bersertifikat. Saat itu, saya didampingi oleh pihak kepolisian dan keluarga. Namun, ketika kami tiba di lokasi, kami menemukan bahwa buah kelapa di lahan kami telah dipanen dan berhamburan di tanah, kurang lebih ada 2000 biji. Saya meminta petunjuk kepada kanit, tetapi beliau balik bertanya apakah saya melihat ada orang di situ.” Kata Farida.

Karena tidak ada orang di lokasi, keluarga Sawal dan pihak APH kemudian diarahkan oleh Kapolsek untuk meluncurkan buah kelapa tersebut ke bawah karena lahannya agak terjal. Setelah itu, Keluarga Sawal diminta untuk mencari kendaraan untuk mengangkut kelapa tersebut dan menjualnya, lalu menyerahkan uang dan nota kepada pihak APH. Ini adalah langkah yang diambil untuk menangani situasi tersebut.

Karena waktunya sudah hampir malam, Keluarga Sawal-pun singgah di rumah keluarganya di Likupang. Tidak lama kemudian, kami menerima laporan bahwa buah kelapa yang ada di lahan Farida telah diambil oleh Fethein Mamage. Awalnya, Farida Sawal berperkara dengan Yosep Liwoso, namun kemudian dilanjutkan oleh anaknya, Fethein Mamage. Kami tidak langsung ke Polsek, tetapi langsung menuju lokasi untuk melihat situasi. Ternyata benar, buah kelapa tersebut telah diambil oleh Mamage.

“Saat itu, kami sempat menelepon pihak Polsek untuk memberitahukan bahwa kami sudah berada di lokasi. Namun, pihak Polsek tidak kunjung datang. Setelah Mamage mengangkat kurang lebih 50 buah kelapa, kami menemukannya di depan Pelabuhan Veri, yang merupakan barang bukti. Kami melihat Mamage mengangkat buah kelapa tersebut dan membawanya ke rumahnya pada ret yang ketiga.” Papar Farida. Mamage kemudian membuat surat pernyataan bahwa dia menitipkan buah kelapa tersebut di Desa Bulutui.

“Surat tersebut masih ada pada kami dan diberikan oleh pihak aparat desa. Seharusnya, pihak kepolisian membawa Mamage ke Polsek sebagai barang bukti pencurian. Namun, pihak Polsek malah menyarankan kami untuk membuat laporan ke Polsek dan meminta kami untuk meninggalkan lokasi karena Mamage membawa parang.” Jelas Putri Alm. Haji Sawal Lembe.

“Farida menuturkan di depan awak media bahwa selama ini, sekalipun sudah melapor ke pihak APH, dirinya bersama suami tidak mendapatkan keadilan. Kasus pencurian kelapa yang terjadi di lahan mereka yang sudah bersertifikat merupakan tangkap tangan, bukan hanya tuduhan tanpa bukti. Namun, sampai saat ini, tidak ada tindakan nyata dari pihak APH. Meskipun Mamage telah ditetapkan sebagai tersangka dan perkara telah digelar pada tanggal 12 September 2022, tidak ada tindakan penangkapan yang dilakukan.

Selain itu, Farida mengungkapkan bahwa situasi ini sangat menyedihkan dan menunjukkan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Bahkan, mereka pernah dikejar oleh Mamage dengan menggunakan tombak dari lahan mereka sendiri yang sudah bersertifikat. Farida Sawal merasa sangat kecewa dan menuntut pihak APH untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap Mamage. Sampai saat ini, Farida masih menunggu keadilan yang belum terwujud, meskipun sekarang di era Prabowo Gibran.

“Kasus pencurian dan penganiayaan yang dialami oleh keluarga ini masih belum menemukan titik terang. Farida Sawal, masih trauma mengingat kejadian itu dan merasa tidak mendapatkan keadilan. Sudah 3 tahun berlalu sejak kejadian pada tahun 2022, namun belum ada perkembangan signifikan dalam kasus ini. Bahkan, SPDP dari pihak kejaksaan belum juga keluar.

“Tidak hanya itu saja, Keluarga bahkan merasa bahwa ada pembiaran dari pihak kepolisian yang memungkinkan keluarga Mamage menguasai lahan mereka. Ketika mereka mencoba masuk ke kebun mereka sendiri, mereka dicegah oleh pihak kepolisian dengan alasan untuk menghindari bentrokan dengan keluarga Mamage. Ini membuat keluarga Sawal merasa bahwa sertifikat yang mereka pegang tidak memiliki kekuatan hukum. Mereka menuntut hak mereka dan meminta keadilan.

Diketahui, Farida Sawal juga pernah mengalami penganiayaan dan ancaman dengan tombak yang membuat anak Almarhum Sawal Lembe ketakutan dan jatuh. Namun, yang anehnya, pihak APH tidak pernah memanggil keluarga Mamage untuk diperiksa. Sebaliknya, Farida Sawal yang menjadi korban justru dimintai keterangan terlebih dahulu.

Barang-barang mereka juga sempat diambil oleh Fethein Mamage dan baru diambil oleh pihak kepolisian setelah dua hari. Keluarga masih menunggu tanggapan dari pihak Polres Minut terkait laporan terbaru mereka, dengan kejadian tersebut Kinerja Pihak-pihak terkait di pertanyakan.

Editor, Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *